Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan
kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa
catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram,
kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.
Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.
Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur.
Jaman MajapahitBatik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.
Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli.
Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.
Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur.
Jaman MajapahitBatik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.
Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli.
- Sejarah Batik Pekalongan
Meskipun
tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut
perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data
yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti
motif pohon kecil berupa bahan baju.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.
Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.
Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.
Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.
Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.
- Batik Pekalongan, antara Masa Lampau dan Kini
BATIK
pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan
pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh
tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan
dikerjakan di rumah-rumah.
Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan.
Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia, usaha batik pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara pesaing baru, seperti Vietnam, menantang industri batik pekalongan untuk segera mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern.
Gagal melewati masa transisi ini, batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang generasi mendatang lewat buku sejarah.
Ketika itu, pola kerja tukang batik masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung masa tanam atau masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun, di antara masa tanam dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai tukang batik.
ZAMAN telah berubah. Pekerja batik di Pekalongan kini tidak lagi didominasi petani. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.
Apa yang dihadapi industri batik pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah.
Persoalan itu, antara lain, berupa menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia.
Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.
Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan.
Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia, usaha batik pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara pesaing baru, seperti Vietnam, menantang industri batik pekalongan untuk segera mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern.
Gagal melewati masa transisi ini, batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang generasi mendatang lewat buku sejarah.
Ketika itu, pola kerja tukang batik masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung masa tanam atau masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun, di antara masa tanam dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai tukang batik.
ZAMAN telah berubah. Pekerja batik di Pekalongan kini tidak lagi didominasi petani. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.
Apa yang dihadapi industri batik pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah.
Persoalan itu, antara lain, berupa menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia.
Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.
Sejarah Batik
February 25, 2010 | In: berita
Sejarah Batik – Kapan batik dalam wujud
busana atau sinjang, sarung, dan “kain lebar penutup badan bagian bawah”
dipakai oleh bangsa Indonesia ?
Ternyata tahun 1519 para pedagang bangsa Portugal telah menjadikan dagangan
mereka. Saat itu sinjang batik sudah dijual ke berbagai pelosok nusantara, baik
ke barat sampai Aceh, atau ke timur sampai ke Ambon .
Batik tersebut dibeli dari Jawa Tengah (Surakarta/Ngayogyakarta) dijual lagi ke
nusantara atau ke manca negara (Soedarsono dkk/Aspek Ritual dan Kreativitas
Dalam Perkembangan Seni di Jawa).
Tahun 1603 para pedagang Belanda kemudian mengikuti jejak para pedagang Portugal, menyebarluaskan dagangan batik Jawa Tengah ke berbagai daerah di dalam maupun di luar nusantara. Oleh sebab itu pada abad 17 dan abad 18, busana batik (sinjang=kain panjang) made in Jawa Tengah telah banyak tersebar di daerah Aceh maupun kepulauan Maluku (Batik Malayasia? Oh … belum ada! Wong negaraMalaysia
saja baru ada tahun 1960-an!) Ya, pada abad itu, sudah banyak orang Aceh dan
Maluku pakai sinjang atau jarik batik. Maka dari itu para peneliti agak bingung
ketika menelusuri dari mana sebenarnya asal-usul batik itu? Itulah pentingnya
sejarah dan pentingnya museum sebagai penyimpan benda- benda kuno bukti
sejarah. Kalau ada maling membawa kabur benda-benda bersejarah atau
memalsukannya benda-benda bersejarah, si maling itu memang wajib dijebloskan ke
bui.
Tahun 1603 para pedagang Belanda kemudian mengikuti jejak para pedagang Portugal, menyebarluaskan dagangan batik Jawa Tengah ke berbagai daerah di dalam maupun di luar nusantara. Oleh sebab itu pada abad 17 dan abad 18, busana batik (sinjang=kain panjang) made in Jawa Tengah telah banyak tersebar di daerah Aceh maupun kepulauan Maluku (Batik Malayasia? Oh … belum ada! Wong negara
Atau si maling disuruh tinggal di museum, untuk
bukti, inilah contoh manusia yang tak menghargai sejarah! (Melanggar HAM, ya?
He ). Para peneliti lain tidak puas. Setelah
mengaduk-aduk buku-buku lama, ternyata amat mungkin, bahwa batik berasal dari
daratan China !
Lho, dasarnya apa? Soalnya sekitar 2000 tahun sebelum Masehi (!), di China
sudah ditemukan cara membuat tekstil dengan teknik tutup celup seperti teknik
membuat batik di Jawa. Bedanya, pewarnaannya dominan pada warna biru dan putih.
Bukti itu ternyata ada yang meragukan, pasalnya, selain pewarnaannya berbeda,
peralatan, ornamen, serta isian (isen) teksil China tidak sama. Jadi bisa
dikatakan, batik Jawa dengan batik China tidak persis sama. Bahwa
teknik pembuatannya ada yang sama, itu benar. Sementara itu di India juga
ditemukan cara membuat tekstil tutup celup. Namun — lagi-lagi — soal ornamen,
pewarnaan, dan isen tetap tidak sama dengan batik Jawa. Itu sebabnya,
Soedarsono dkk, tetap berkesimpulan, bahwa batik Jawa tidak sama dengan batik China maupun batik India . Saat ini pun, dapat kita
saksikan, pola, ornamen, dan pewarnaan tekstil buatan China , India ,
dan Indonesia ,
masing-masing memiliki ciri-ciri yang khas. Di sana terlihat, ekspresi dan selera para
senimannya berbeda. Itulah yang disebut wujud atau hasil karya budaya, sejarah
batik memang terkadang membingungkan
Sejarah Batik Indonesia
Batik secara historis berasal dari zaman
nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII
yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi
dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik
mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun
beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan
sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian,
muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.
yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi
dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik
mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun
beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan
sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian,
muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.
Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak
dan variasinya sesuai
dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya
Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis
batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri.
dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya
Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis
batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri.
Perkembangan Batik di Indonesia
Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan
Majapahit dan
kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada
masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.
kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada
masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian
yang menjadi salah
satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya
terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para
pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka
kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-
masing.
satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya
terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para
pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka
kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-
masing.
Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh
rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum
wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang.
Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana,
kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita
maupun pria.
rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum
wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang.
Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana,
kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita
maupun pria.
Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan
sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari
tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari
: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari
soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.
sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari
tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari
: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari
soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.
Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman
kerajaan Majapahit dan terus
berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini
menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII
atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad
ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920.
Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.
berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini
menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII
atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad
ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920.
Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.
Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan
pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di
Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan
diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk
pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti
T’ang (618-907) serta di India
dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik
dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di
Senegal.[2]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit,
dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang
dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru
dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[3]
Walaupun kata “batik” berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dariIndia
atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain, J.L.A. Brandes
(arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia )
percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera , dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah
tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui
memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]
Walaupun kata “batik” berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing
sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri ,
Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan
menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di
Jawa pada masa sekitar itu.[4]
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17,
Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh
Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah
dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi
perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam
dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat
sang Sultan kecewa.[5] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan
sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama
kali diceritakan dalam buku History of Java (London , 1817) tulisan Sir Thomas Stamford
Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki
Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan
selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik
di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa
keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun
1900, batik Indonesia
memukau publik dan seniman.[2]
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang
memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai
batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan
teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada
saat yang sama imigran dari Indonesia
ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.
Batik berasal dari bahasa Jawa ‘amba’ yang berarti
menulis dan ‘titik’. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan
oleh bahan ‘malam’ (wax) yang diaplikasikan ke atas kain. Memang titik
merupakan desain dominan pada batik.
Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan
keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian sehingga di
pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan.
Batik juga diidentikan dengan kecantikan wanita
mengingat dalam masa kerajaan di Jawa kecantikan wanita juga di ukur dengan
kepandaian dalam membuat batik dengan menggunakan canting.
Canting merupakan salah satu alat untuk menulis
pada kain batik dengan menggunakan lilin. Hingga ditemukannya ‘batik cap’ yang
memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Sebenarnya batik di Indonesia telah
dikanal semenjak zaman Kerajaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan
dan raja-raja berikutnya.
Pada awal perkembangannya,kira-kira sekitar abad
ke-XVIII atau awal abad ke-XX masih berupa batik tulis, sedangkan batik cap
sendiri baru diperkenalkan setelah perang dunia pertama atau tahun 1920.
Awalnya,batik dikerjakan hanya terbatas dalam keraton dan hasilnya untuk
pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya.
Bahkan, motif batik bisa menunjukkan status
seseorang. Seperti kalangan keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta yang masing-masing hanya mengenakan
motif batik tertentu hingga kini. Semakin meluasnya batik dipengaruhi oleh
pengikut raja yang tinggal di luar keraton sehingga turut mempopulerkan batik
di luar keraton.
Lama kelamaan kesenian batik ini ditiru oleh rakyat
terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah
tangganya untuk mengisi waktu senggang. Batik yang tadinya hanya pakaian
keluarga keraton kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari baik pria maupun
wanita. Pada masa itu, bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu merupakan
hasil tenun sendiri.
Sedangkan bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri
dari tumbuh tumbuhan asli Indonesia
yang dibuat sendiri di antaranya pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan
sodanya terbuat dari soda abu serta garamnya dari tanah lumpur. Setiap motif
yang dituangkan dalam kain memiliki filosofi tentang makna kehidupan, kejadian,
sampai pada pengalaman-pengalaman hidup dari tokoh-tokoh atau tradisi keluarga.
Pembatik tidak boleh sembarangan dan lancang untuk
mengartikannya dan menuangkan inspirasinya begitu saja di atas kain. Sebelum
menerjemahkannya dalam bentuk tulisan tangan pembuat terlebih dahulu melakukan
ritual-ritual kecil seperti berpuasa dan membaca mantera.Hingga batik (baju
batik) usai dibuat, pembuat juga harus melaksanakan ritual penutup.
Padahal batik sebenarnya mengandung nilai sejarah
yang sangat tinggi. Motif batik Parang Rusak misalnya, sebenarnya termasuk
motif batik sakral yang hanya dipergunakan di lingkungan keraton. Demikian juga
warna batik pada motif parang bisa menentukan asal keraton pemakainya, apakah
dari Keraton Solo atau dari Keraton Jogja. (okezone)
0 komentar:
Posting Komentar